Senin, 19 April 2010

Pencemaran Limbah Tekstil Batik

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih dikenal sebagai sampah, yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Karakteristik limbah adalah berukuran mikro, dinamis, penyebarannya berdampak luas dan antar generasi akan berdampak dalam jangka panjang. Faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah (Anonim,2009).
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi 4 bagian yaitu : limbah cair, limbah padat, limbah gas dan partikel, serta limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi pengolahan menurut tingkatan perlakuan dan pengolahan menurut karakteristik limbah (Anonim,2009).
Dengan semakin pesatnya aktivitas perindustrian dewasa ini, berbagai jenis limbah logam berat dan organik yang dihasilkan dapat menjadi permasalahan serius bagi kesehatan dan lingkungan. Logam berat adalah unsur-unsur logam yang mempunyai densitas besar dan memiliki sifat racun pada tingkat konsentrasi tertentu. Pada konsentrasi yang runut , logam berat sangat dibutuhkan dalam metabolisme tubuh manusia seperti Cu, Se, Zn tapi pada konsentasi yang tinggi, logam berat dapat menyebabkan keracunan pada manusia. Logam berat sangat berbahaya bagi mahluk hidup karena mempunyai sifat dapat terakumulasi dalam tubuh mahluk hidup (bioakumulasi) yang dapat menyebabkan gangguan pada fungsi jaringan dan organ tubuh pada tingkat akumulasi tertentu.
Logam Cr memiliki beberapa bilangan oksidasi seperti Cr III dan Cr VI. Cr III sifatnya lebih stabil dan bereaksi lambat dengan unsur lain. Cr VI bersifat labil dan dapat bertindak sebagai oksidator kuat, karana sifatnya labil logam Cr VI dapat tereduksi menjadi Cr V Cr VI sifatnya lebih berbahaya dibandingkan dengan Cr III, karena Cr VI dapat tereduksi dalam tubuh menjadi Cr V, Cr V ini bersifat karsinogenik apabila menempel pada jaringan tubuh seperti paru-paru, usus atau jaringan yang lain, akan membentuk kanker (Anonim, 2007).
Limbah logam berat Cr (VI), yang merupakan salah satu jenis limbah berbahaya, dapat berasal dari industri cat, pelapisan logam (electroplating), dan penyamakan kulit (leather tanning) (Daryanto dkk, 2005). Logam Cr merupakan salah satu logam berat yang bersifat toksik bagi makhluk hidup. Cr memiliki kemampuan penetrasi yang cepat ke dalam sel. Logam Cr dapat menghambat kerja enzim dalam tubuh sehingga fungsi metabolisme dan fisiologis terganggu (Sari, 2009).
Krom terdapat di alam dalam dua bentuk oksida, yaitu Cr (VI) atau chromium hexavalent dan Cr (III) atau chromium trivalent. Cr (VI) mudah larut dalam air dan membentuk divalent oxyanion yaitu kromat (CrO42-) dan dikromat (Cr2O72-). Tingkat toksisitas Cr (VI) sangat tinggi sehingga bersifat racun terhadap semua organisme untuk konsentrasi > 0,05 ppm. Cr (VI) bersifat karsinogenik dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit manusia. Sementara itu, toksisitas Cr (III) jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan Cr (VI), yaitu sekitar 1/100 kalinya, sehingga untuk mengolah limbah krom maka Cr (VI) harus direduksi terlebih dahulu menjadi Cr (III). Disamping itu, Cr (III) mudah diendapkan atau diabsorpsi oleh senyawa-senyawa organik dan anorganik pada pH netral atau alkalin (Daryanto,dkk 2005). Biosorpsi merupakan salah satu proses penyerapan logam berat dari limbah dengan menggunakan biomassa organisme (Rini Solihat,2009). Pertumbuhan bakteri paling baik terjadi pada konsentrasi logam Cr sebesar 10 dan 100 ppm (Safriana, 2005).
Indikasi pencemaran air dapat kita ketahui baik secara visual maupun pengujian dimana adalah sebagai berikut :
1. Perubahan pH (tingkat keasaman / konsentrasi ion hidrogen) air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan memiliki pH netral dengan kisaran nilai 6.5 – 7.5. Air limbah industri yang belum terolah dan memiliki pH diluar nilai pH netral, akan mengubah pH air sungai dan dapat mengganggukehidupan organisme didalamnya. Hal ini akan semakin parah jika daya dukung lingkungan rendah serta debit air sungai rendah. Limbah dengan pH asam / rendah bersifat korosif terhadap logam.
2. Perubahan warna, bau dan rasa air normal dan air bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak bening / jernih. Bila kondisi air warnanya berubah maka hal tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa air telah tercemar. Timbulnya bau pada air lingkungan merupakan indikasi kuat bahwa air telah tercemar. Air yang bau dapat berasal darilimba industri atau dari hasil degradasioleh mikroba. Mikroba yang hidup dalam air akan mengubah organik menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau sehingga mengubah rasa.
3. Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut endapan, koloid dan bahan terlarut berasal dari adanya limbah industri yang berbentuk padat. Limbah industri yang berbentuk padat, bila tidak larut sempurna akan mengendap di dasar sungai, dan yang larut sebagian akan menjadi koloid dan akan menghalangibahan-bahan organik yang sulit diukur melalui uji BOD karena sulit didegradasi melalui reaksi biokimia, namun dapat diukur menjadi uji COD. Adapun komponen pencemaran air pada umumnya terdiri dari bahan buangan padat, bahan buangan organik dan bahan buangan anorganik ( Anonim, 2009 ).

Dengan semakin pesatnya aktivitas perindustrian dewasa ini, berbagai jenis limbah logam berat dan organik yang dihasilkan dapat menjadi permasalahan serius bagi kesehatan dan lingkungan. Limbah logam berat Cr (VI), yang merupakan salah satu jenis limbah berbahaya, dapat berasal dari industri cat, pelapisan logam (electroplating), dan penyamakan kulit (leather tanning). Krom terdapat di alam dalam dua bentuk oksida, yaitu Cr (VI) atau chromium hexavalent dan Cr (III) atau chromium trivalent. Cr (VI) mudah larut. Hasil dalam air dan membentuk divalent oxyanion yaitu kromat (CrO4 2-) dan dikromat (Cr2O7 2-).
Tingkat toksisitas Cr (VI) sangat tinggi sehingga bersifat racun terhadap semua organisme untuk konsentrasi > 0,05 ppm. Cr (VI) bersifat karsinogenik dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit manusia. Sementara itu, toksisitas Cr (III) jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan Cr (VI), yaitu sekitar 1/100 kalinya, sehingga untuk mengolah limbah krom maka Cr (VI) harus direduksi terlebih dahulu menjadi Cr (III). Disamping itu, Cr (III) mudah diendapkan atau diabsorpsi olehsenyawa-senyawa organik dan anorganik pada pH netral atau alkalin.
Dalam penelitian reduksi Cr (VI) dilakukan menggunakan fotokatalis serbuk berbasis TiO2 dengan menambahkan dopan CdS atau ZnO. Beberapa variabel yang diteliti terdiri dari jenis dan loading dopan pada katalis TiO2, jenis limbah, serta konsentrasi awal limbah. Limbah Cr (VI) yang telah direduksi menjadi Cr (III) masih larut dalam limbah. Oleh karena itu dapat dilakukan proses lanjut (recovery) untuk mengambil krom dari larutan limbah, sekaligus untuk mengurangi kadar Cr (III) yang masih bersifat racun walaupun dengan tingkat toksisitas yang rendah.